Kamis, 24 Maret 2022 17:24 WIB
BLORA (wartablora.com)—Polemik tanah kawasan Wonorejo, Cepu memasuki babak baru. Setelah hampir 2 tahun tidak ada lagi aksi warga lantaran dilanda pandemi covid-19, memasuki bulan ketiga tahun 2022 ini warga kembali melakukan aksi untuk mengejar tuntutan mereka atas sertifikat kepemilikan tanah yang telah mereka diami bertahun-tahun. Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Kawasan Wonorejo (FKMKW) mendatangi Kantor Bupati Blora, Kamis, 24 Maret 2022, menuntut kepala-kepala kelurahan di kawasan tersebut menandatangani surat pernyataan domisili. Nantinya surat tersebut akan digunakan untuk mengajukan permohonan redistribusi tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sebelumnya tuntutan ini dilayangkan di kantor-kantor kelurahan masing-masing di kawasan tersebut. Ada 3 kelurahan yang secara administratif membawahi kawasan tersebut, yakni: Kelurahan Cepu, Kelurahan Karangboyo, dan Kelurahan Ngelo. Tiga kepala kelurahan di kawasan tersebut menolak untuk menandatangani surat pernyataan yang dikeluarkan oleh masing-masing kepala keluarga yang menempati tanah di kawasan Wonorejo. Sedikitnya ada 800 kepala keluarga yang mendiami sebagian lahan di kawasan seluas hampir 82 hektar tersebut.
"Saat kita mintai tanda tangan sebagai yang mengetahui, mereka menolak lantaran diperintahkan oleh Camat Cepu. Saat Camat Cepu kita audiensi, katanya perintah untuk penolakan tanda tangan tersebut atas perintah Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Blora," kata Harpono, Ketua FKMKW.
Harpono mendatangi Kantor Bupati Blora bersama puluhan ketua-ketua RT di kawasan tersebut, didampingi tim pendamping dan Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan (JPKP). Mereka diterima Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Pujo Catur Susanto dan Plt. Kabag Hukum Setda Blora Slamet Setiono.
Surat tersebut, kata Harpono, merupakan surat pernyataan dari warga yang menyatakan bahwa warga yang membuat surat pernyataan itu menyatakan telah mendiami tanahnya di kawasan tersebut selama mereka tinggal. Surat, selain ditandatangani oleh warga yang membuat pernyataan, juga dimintakan tanda tangan kepada ketua RT dan ketua RW, serta tanda tangan kepala kelurahan sebagai pihak-pihak yang mengetahui. Ketua RT dan RW disebutkan Harpono sudah menandatanganinya. Namun saat warga minta tanda tangan kepada kepala kelurahan, masing-masing kepala kelurahan menolaknya dengan alasan perintah atasan.
Slamet Setiono mengatakan, terjadi mis-komunikasi ihwal penolakan tanda tangan tersebut. Ia mengatakan jika yang dilarang adalah penerbitan surat keterangan yang dikeluarkan dan ditanda-tangani Camat Cepu yang memberikan keterangan tentang warga yang mendiami tanah di kawasan tersebut. Sementara jika surat pernyataan domisili yang diterbitkan warga, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu perlu tidaknya kepala kelurahan bertanda tangan sebagai yang mengetahui.
"Akan kami pelajari terlebih dahulu, baik itu secara redaksionalnya maupun rekomendasi dari pimpinan," ujarnya kepada warga yang ia temui dalam audiensi di lantai 2 Gedung Samin.
Lukito, tim pendamping warga menegaskan, tidak ada aturan yang dilanggar jika kepala kelurahan menandatangani surat pernyataan yang diterbitkan oleh tiap-tiap warga. Pihaknya akan menggunakan surat tersebut untuk lampiran dalam mengajukan surat permohonan redistribusi ke BPN, yang akan didahului dengan surat permohonan pencabutan hak pakai yang dimiliki Pemkab Blora.
"Tuntutan warga harus dipenuhi. Karena mereka kenyataannya telah mendiami tanahnya di kawasan tersebut berpuluh-puluh tahun. Kami akan melakukan tekanan terus menerus secara politik sampai negara mengakui kepemilikan warga atas tanah mereka," tandasnya.
Dalam memberikan tekanan tersebut, warga dikatakan Lukito siap untuk melakukan aksi massa secara reguler, baik dalam forum audiensi maupun forum terbuka. ***