Rabu, 29 Mei 2024 23:12 WIB
BLORA (wartablora.com)—Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) kerap kali jadi perbincangan publik yang mengarah pada salah persepsi. Silpa kerap disalah-persepsikan dengan uang tersisa yang dimiliki pemerintah yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk pembiayaan roda pemerintahan dan pembangunan. Padahal silpa bukanlah uang yang tersisa melainkan selisih perhitungan antara realisasi belanja dengan pendapatan.
Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Blora, Slamet Pamuji mengatakan jika silpa adalah keniscayaan. Pasti dan akan terjadi.
"Karena secara sederhananya, silpa adalah selisih antara belanja dan pendapatan. Pasti akan ada selisih," katanya kepada wartawan media daring ini, Rabu (29/5/2024).
Selisih ini yang terjadi juga pada tahun anggaran tahun 2023 yang lalu. Setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan pelaksanaan anggaran tahun 2023, terdapat silpa sebesar Rp114,427 miliar lebih. Angka tepatnya: Rp114.427.043.588. Silpa ini masih lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya, 2022. Pada tahun anggaran tersebut, silpa menyentuh angka Rp145 miliar lebih. Silpa terbesar pernah dialami pada tahun 2021. Pada tahun yang puncak-puncaknya pandemi covid-19, sisa lebih perhitungan anggaran menyentuh Rp225 miliar. Sementara silpa terendah pernah terjadi pada tahun 2019 yang tidak sampai menyentuh angka Rp100 miliar. Saat itu silpa tahun 2019 sebesar Rp97 miliar. Tahun berikutnya mengalami kenaikan lantaran awal-awal dilanda pandemi covid-19. Pada tahun 2020 itu, silpa menyentuh angka Rp112 miliar.
"Khayal kalau silpa nol rupiah, atau tidak terjadi silpa. Rancangannya dalam penganggaran memang begitu, antara pendapatan dan belanja tidak ada selisih, atau nol rupiah dalam defisitnya. Tapi dari rancangan setelah dilaksanakan atau direalisasikan akan ada selisih antara belanja dan pendapatan pada tahun anggaran berjalan," jelasnya.
Akan terjadinya silpa ini karena secara prinsip belanja dan pendapatan akan berbeda. Dalam prinsip-prinsip penganggaran, belanja dihitung angka maksimal yang dikeluarkan. Sementara kebalikannya, pendapatan dihitung angka minimal yang bisa didapatkan, dan secara realisasi akan di atas angka. Dengan demikian pada pelaksanaan anggaran akan terjadi realisasi yang menyebabkan selisih.
"Selisih itulah silpa," tandas Mumuk, sapaan akrab dari Slamet Pamuji.
Secara hitungan kasar, silpa baru bisa diketahui di akhir bulan Januari. Sementara di akhir tahun, silpa yang langsung bisa diketahui adalah silpa kas daerah yang bisa dicek di saldo rekening kas pemerintah daerah.
"Tapi komponen silpa tidak hanya dari kas daerah. Ada dari kas BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Ini kita ngeceknya di rekening 2 rumah sakit, yakni RSUD Blora dan RSUD Cepu. Kemudian rekening masing-masing puskesmas, ada 26 rekening yang harus kita cek. Ada lagi yang harus kita cek itu rekening sekolah yang ada pengelolaan BOS-nya di seluruh kabupaten. Ada lagi kas bendahara pengeluaran dan penerimaan di tiap SKPD yang harus kita cek," terang Mumuk.
Setelah diakumulasikan, barulah ketemu silpa keseluruhan pada tahun anggaran. Ini pun masih hitungan kasar. Masih perlu dihitung lagi komponennya. Silpa ini selanjutnya akan dimasukkan dalam perencanaan anggaran tahun berikutnya.
"Jadi tidak bisa dianggap bahwa silpa itu kita punya uang sejumlah sekian yang menjadi silpa yang langsung bisa digunakan. Karena itu berasal dari berbagai komponen itu tadi. Lebih-lebih saat ini sudah ada mandatori-mandatori dari DAU (Dana Alokasi Umum dalam APBD)," imbuhnya.